Puisi Sandiwara Penyair Oleh Ajeng Melilia
Minggu, 12 April 2020
Tulis Komentar
Oleh
Ajeng Melilia Nauli Simanjuntak
[Prelude]
Filosofi mabuk. Terhuyung-huyung.
Memaksa majas untuk menari.
di-emas-kannya batu kali.
[Babak]
“Tak apa-tak apa.
Sajak tetaplah sajak,
Tanpa peduli oasisnya.”
Nafsunya berkompromi.
Basi!
(Con
Brio)
Ambil komitmen!
Mata membuta.
Didelitik bisik-bisik kurnia.
Gemerlap bayang imaji.
Basi!
Di tenggelamkannya sang jiwa
Ke dalam hawa biru sintetis.
Lagaknya!
Sudah tentu agar melankolinya
bereksis!
(Impromptu)
Hah!
Berpatetik rialah sana!
[Bridge]
Jikalau sandiwara berupa aksara
Dan bukannya drama,
Maka seribu tentu
Dialah divanya.
[Babak
2]
Kulirik lagi.
Masih saja tak berkutik.
Berkutat saja dengan kertasnya.
Matanya hampa.
Terjebak dalam dimensi negosiasi.
Apa yang terkasat olehmu
Di dunia abstrak itu?
“Kata dan ketetapan saling
berintroduksi.”
(Adagio)
Tik tik tok tik tok
Tik tok tik tok
Berkelak-kelok
Berdiri jongkok.
Ngorok.
[Klimaks]
(Adegan
1)
Ehem.
Eh, dia berdehem.
Sudah bangun rupanya.
Mungkin terusik oleh suara jam di
atas sana.
(Adegan
2)
Hei, apa itu!
Dalam konotatif,
Ia mengangkat kedua tangannya.
(Adegan3)
Hei hei!
Sekarang ia menertawakan diri
sendiri.
[Antiklimaks]
Aneh.
Nyeleneh.
Tapi,
Itu sudah biasa.
Berarti,
Ia sudah disini.
Sadar kembali.
Kurasa…
Tidak lagi ia buta.
Kurasa…
Sudah pulih filosofinya/
Hihihi
Kelihatannya…
Ada yang sadar diri.
Termakan oleh sinisme ini.
[Pre-Epilog]
Tapi…
Tunggu dulu.
Oh tidak.
Sial.
Tampaknya,
Aku tertipu.
[Epilog]
Berpikir bahwa ia mengalah
Adalah laksana berandai
Ketika sadar bahwa naskah ini
telah selesai.
Belum ada Komentar untuk "Puisi Sandiwara Penyair Oleh Ajeng Melilia"
Posting Komentar